Aku Anton, asalku dari Tangerang. Ini
pengalamanku saat aku pergi ke Bandung untuk mengunjungi sepupuku yang akan
menikah. Otomatis, sebagai keluarga dekat aku sekeluarga pergi ke Bandung.
Namun, karena aku sedang ujian sekolah, aku terpaksa menyusul mereka yang sudah
berangkat ke Bandung.
Keluargaku
& keluarga Paman sangat dekat melebihi kedekatan keluargaku dengan saudara
yang lainnya, karena paman sering membantu ketika keluargaku sedang mengalami
krisis.
Singkat
cerita, hari itu aku pergi sendirian, setelah aku menyelesaikan ujianku di
Sekolah. Sekitar pukul delapan malam aku berangkat dari Tangerang menggunakan travel. Sebenarnya aku sedikit ragu
karena aku tidak teralu hafal jalan. Yah semoga bias selamat sampai tujuan!
Pukul
setengah sebelas malam aku tiba di Jalan Cihampelas. Aku sedikit takut, lalu
aku menelepon keluargaku & mengabarkan aku sudah sampai di Bandung. Entah
mungkin sudah terlalu malam, tak ada seorang pun dari anggota keluargaku yg
mengangkat teleponnya. Tapi biarlah, masa anak laki-laki seumurku tidak berani
jalan sendiri.
Setelah
bertanya ke sana kemari akhirnya aku tau angkot untuk ke daerah Tongkeng dekat
Jalan Aceh (tempat pamanku tinggal). Dari sini aku naik angkot jurusan
Kelapa-Ledeng. Lalu, aku diturunkan sang supir di daerah Jalan Jawa. Kata
supirnya, dari sini tinggal satu kali lagi naik angkot yang ke daerah Jalan
Aceh. Mungkin ada setengah jam aku menunggu disini, tapi tak ada satu pun
angkot yang lewat. Ketika aku sedang menunggu angkot, dari jauh aku melihat ada
seseorang mendekati ku. Sosok itu tinggi & berambut panjang. Tampak blur karena jalanan yang gelap. Aku
takut itu orang jahat, karena di belakang orang itu ada sekitar dua orang yang
mengikutinya. Mereka seperti tinggi besar & jaraknya hanya tinggal beberapa
meter dariku. Semakin dekat.. dan dekat….
“Hei
cuco.. Numpang lewat yeee. Sendirian aja, mending ikutan yuu..” suara mereka
membuatku kaget! Aku tak menjawab lalu mereka pun tertawa bersamaan menggodaku.
Arrgghh.. dasar banci banci sialan. Daripada aku bersama mereka, lebih baik aku
melanjutkan perjalanan.
Setelah
berjalan sedikit, sebuah angkot berdiri di depanku. “Lewat Jalan Aceh, Pak? Mau
ke Tongkeng bisa naik angkot ini kan?” tanyaku. Supir itu hanya mengangguk
dingin. Tanpa fikir panjang aku langsung masuk ke dalam angkot. Aku melihat ada
dua penumpang wanita yang duduk di kursi panjang, & satu penumpang
laki-laki setengah baya duduk di pojokan dekat kaca besar. Suasana angkot itu
sangat aneh, lampu biru redup & musik sunda diputer oleh sang supir.
Tiba-tiba perasaanku mulai tidak enak saat aku mencium wangi melati di angkot
ini.
Ada
sesuatu yang bergerak-gerak di pundakku. Sial! Ternyata itu kecoa! Dan kulihat
ada beberapa kecoa di jendela angkot itu. Saat aku sibuk mengusir kecoa di
pundakku, supir menegurku, “Cep, kalau mau ke Tongkeng turun di sini aja.
Tinggal jalan sedikit!”. Aku di turunkan supir itu di sebuah perempatan. Aku
ingat, kalau di daerah sini ada gedung tinggi seperti aula besar, rumah paman
memang tak jauh dari sini.
Aku
jalan dengan pelan. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki kuda. Aku heran,
malam malam ada kuda? Tapi mana kudanya? Aku mempercepat jalanku. Suara kuda
itu masih terdengar. Sudah lumayan jauh aku berjalan, di depanku muncul begitu
saja seekor kuda. Dia seperti di tunggangi seseorang. Karena penasaran, aku
mencoba mendekati kuda itu. Sekilas aku lihat kuda itu di tunggangi oleh lelaki
& bajunya seperti prajurit Belanda jaman dulu, dengan celana putih yang
ketat & rambut pirang.
Aku
mendengar suara kuda itu semakin dekat. Dan.. bluk! Sesuatu menimpa kakiku. Aku
memejamkan mata & terdiam. Tak tahan, akhirnya aku membuka mata. Sial!! Ini
kepala manusia!! Kepala penunggang kuda yang tadi!! Lalu kuda itu berjalan
memutariku & penunggangnya turun untuk mengambil kepalanya yang jauh
menimpa kakiku. Aku tak bisa menggerakan badanku, aku lemas & aku terduduk
di trotoar.
Tak
lama teleponku berbunyi. Aku bersyukur sekali karena telepon itu ternyata dari
kakakku, dia bertanya aku ada dimana & langsung menjemputku. Setelah
sampai, aku menceritakan semuanya kepada keluargaku. Paman bilang, kalau
prajurit itu sudah menjadi rahasia umum. Jika ingin melihatnya, cukup
membunyikan periwitan pada pukul sebelas malam, maka dia akan dating. Konon,
prajurit ini adalah prajurit Belanda yang kena tebas lehernya di daerah
Tongkeng ini, dan katanya dia di kuburkan terpisah dengan kepalanya.
Esok
malamnya, aku & saudaraku mempunyai ide gila untuk membunyikan peluit pukul
sebelas malam di daerah dimana kemarin aku menemui penunggang kuda tanpa kepala
itu. Dan tak lama, dari jauh terdengar suara….. langkah kuda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar