Jumat, 16 November 2012

Penunggang Kuda Tanpa Kepala


 Aku Anton, asalku dari Tangerang. Ini pengalamanku saat aku pergi ke Bandung untuk mengunjungi sepupuku yang akan menikah. Otomatis, sebagai keluarga dekat aku sekeluarga pergi ke Bandung. Namun, karena aku sedang ujian sekolah, aku terpaksa menyusul mereka yang sudah berangkat ke Bandung.
            Keluargaku & keluarga Paman sangat dekat melebihi kedekatan keluargaku dengan saudara yang lainnya, karena paman sering membantu ketika keluargaku sedang mengalami krisis.
            Singkat cerita, hari itu aku pergi sendirian, setelah aku menyelesaikan ujianku di Sekolah. Sekitar pukul delapan malam aku berangkat dari Tangerang menggunakan travel. Sebenarnya aku sedikit ragu karena aku tidak teralu hafal jalan. Yah semoga bias selamat sampai tujuan!
            Pukul setengah sebelas malam aku tiba di Jalan Cihampelas. Aku sedikit takut, lalu aku menelepon keluargaku & mengabarkan aku sudah sampai di Bandung. Entah mungkin sudah terlalu malam, tak ada seorang pun dari anggota keluargaku yg mengangkat teleponnya. Tapi biarlah, masa anak laki-laki seumurku tidak berani jalan sendiri.
            Setelah bertanya ke sana kemari akhirnya aku tau angkot untuk ke daerah Tongkeng dekat Jalan Aceh (tempat pamanku tinggal). Dari sini aku naik angkot jurusan Kelapa-Ledeng. Lalu, aku diturunkan sang supir di daerah Jalan Jawa. Kata supirnya, dari sini tinggal satu kali lagi naik angkot yang ke daerah Jalan Aceh. Mungkin ada setengah jam aku menunggu disini, tapi tak ada satu pun angkot yang lewat. Ketika aku sedang menunggu angkot, dari jauh aku melihat ada seseorang mendekati ku. Sosok itu tinggi & berambut panjang. Tampak blur karena jalanan yang gelap. Aku takut itu orang jahat, karena di belakang orang itu ada sekitar dua orang yang mengikutinya. Mereka seperti tinggi besar & jaraknya hanya tinggal beberapa meter dariku. Semakin dekat.. dan dekat….
            “Hei cuco.. Numpang lewat yeee. Sendirian aja, mending ikutan yuu..” suara mereka membuatku kaget! Aku tak menjawab lalu mereka pun tertawa bersamaan menggodaku. Arrgghh.. dasar banci banci sialan. Daripada aku bersama mereka, lebih baik aku melanjutkan perjalanan.
            Setelah berjalan sedikit, sebuah angkot berdiri di depanku. “Lewat Jalan Aceh, Pak? Mau ke Tongkeng bisa naik angkot ini kan?” tanyaku. Supir itu hanya mengangguk dingin. Tanpa fikir panjang aku langsung masuk ke dalam angkot. Aku melihat ada dua penumpang wanita yang duduk di kursi panjang, & satu penumpang laki-laki setengah baya duduk di pojokan dekat kaca besar. Suasana angkot itu sangat aneh, lampu biru redup & musik sunda diputer oleh sang supir. Tiba-tiba perasaanku mulai tidak enak saat aku mencium wangi melati di angkot ini.
            Ada sesuatu yang bergerak-gerak di pundakku. Sial! Ternyata itu kecoa! Dan kulihat ada beberapa kecoa di jendela angkot itu. Saat aku sibuk mengusir kecoa di pundakku, supir menegurku, “Cep, kalau mau ke Tongkeng turun di sini aja. Tinggal jalan sedikit!”. Aku di turunkan supir itu di sebuah perempatan. Aku ingat, kalau di daerah sini ada gedung tinggi seperti aula besar, rumah paman memang tak jauh dari sini.
            Aku jalan dengan pelan. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki kuda. Aku heran, malam malam ada kuda? Tapi mana kudanya? Aku mempercepat jalanku. Suara kuda itu masih terdengar. Sudah lumayan jauh aku berjalan, di depanku muncul begitu saja seekor kuda. Dia seperti di tunggangi seseorang. Karena penasaran, aku mencoba mendekati kuda itu. Sekilas aku lihat kuda itu di tunggangi oleh lelaki & bajunya seperti prajurit Belanda jaman dulu, dengan celana putih yang ketat & rambut pirang.

 
            Aku mendengar suara kuda itu semakin dekat. Dan.. bluk! Sesuatu menimpa kakiku. Aku memejamkan mata & terdiam. Tak tahan, akhirnya aku membuka mata. Sial!! Ini kepala manusia!! Kepala penunggang kuda yang tadi!! Lalu kuda itu berjalan memutariku & penunggangnya turun untuk mengambil kepalanya yang jauh menimpa kakiku. Aku tak bisa menggerakan badanku, aku lemas & aku terduduk di trotoar.
            Tak lama teleponku berbunyi. Aku bersyukur sekali karena telepon itu ternyata dari kakakku, dia bertanya aku ada dimana & langsung menjemputku. Setelah sampai, aku menceritakan semuanya kepada keluargaku. Paman bilang, kalau prajurit itu sudah menjadi rahasia umum. Jika ingin melihatnya, cukup membunyikan periwitan pada pukul sebelas malam, maka dia akan dating. Konon, prajurit ini adalah prajurit Belanda yang kena tebas lehernya di daerah Tongkeng ini, dan katanya dia di kuburkan terpisah dengan kepalanya.
            Esok malamnya, aku & saudaraku mempunyai ide gila untuk membunyikan peluit pukul sebelas malam di daerah dimana kemarin aku menemui penunggang kuda tanpa kepala itu. Dan tak lama, dari jauh terdengar suara….. langkah kuda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar